Kamis, 21 April 2016

Makalah Behavioristik



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Tokoh-Tokoh Aliran Behavioristik
1.      J.B. Watson
Watson lahir di Carolina selatan dan menyelesaikan pendidikan serjananya di universitas furman. Diuniversitas Chicago ia belajar dibawah bimbingan dua fungsionalis penting di Amerika, John dewey dan James Raolaned Angell. Watson juga mempelajari fisiologi dan Neurologi dibawah bimbingan H.H. Donaledson dan JacQues Loeb dan meraih gelar Ph.D. pada tahun 1903. Penelitian awal Watson tentang pembelajaran teka teki ruang sekat sangat bergantung pada peraktik peraktik metodologis fisiologi, termasuk penggunaan tikus percobaan[1]
2.      William Sildon
Sildon lahir pada tahun 1889 di rhode islaned tempat ia tumbuh dalam lingkungan pertanian. Latar belakang pendidikanya adalah kedokteran dan minatnya saemasa kecil terhadap pembiakan binatang terungkap dengan jelas dalam perhatian profesinya terhadap factor biologis, identitas dan tingkah laku. Seldom beranggapan bahwa dalam jasmani ini psikologi dapat menemukan persatuan konstan, sub-sub struktur kokoh yang sangat dibutuhkan untuk memasukkan konsep tentang regularitas dan konsistensi kedalam studi tingkah laku manusia[2].
3.      Burrhus Frederic Skinner (1904-1990).
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, skinner menerbitkan bukunya yang berjudul the behavior of organis[3].
4.      Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan petrovich Pavlov lahir 14 desember 1949 di Riazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya peter dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik disekolah gereja dan melanjutkan ke seminar teologi. Pavlof lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar pisiologi, pada tahun 1884 ia menjadi derektur departeman pisiologi pada institute of experimental medicine dan mulai penelitian mengenai pisiologi pencernaan. Experimen-expirimen yang dilakukan pavlof dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pada pandangan behapioresme, dimana gejala-gejala kejiwaan seorang dilihat dari prilakunya.
5.      Edwerd Lee Thorndike (1874-1949)
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and Social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), dan Hukum Nature and The Social Order (1940)[4].

B.     Pandangan Teori Behavioristik Terhadap Manusia.
Menurut behaviorisme, psikologi adalah sains, sedangkan sains hanya berhubungan dengan apa saja yang dapat diamati secara kasat mata. Jika didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak bisa diamati secara kasat mata, jiwa-menurut behaviorisme-berada diluar wilayah psikologi.
Teori yang paling menonjol dalam aliran behaviorisme mengenai manusia adalah teori belajar. Menurutnya, seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar, kecuali instinknya. Behaviorisme tidak peduli apakah manusia itu baik atau buruk atau apakah rasional ataukah emosional. Aliran ini hanya menganalisis bagaimana perilaku manusia di kendalikan oleh lingkungannya[5].
Skema 2-1
Perilaku dan pengetahuan ala behaviorisme
  Perilaku

              Melahirkan

             Pengalaman

         Yang Membawa

    Belajar


Yang Memungkinkan adanya 

            Pengetahuan

    Yang berperan utama
        dalam penentuan


                 Perilaku

Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang berinduk kepada empirisme. Empirisme beranak pinak hingga melahirkan salah satunya aliran behaviorisme. Leluhur utama aliran ini adalah aristoteles. Pada perkembangan berikutnya, behaviorisme lebih sering disebut sebagai psikologi Aristotelian.
Bandura menyebutkan bahwa belajar terjadi karena peniruan. Kemampuan meniru respons orang lain, misalnya meniru bunyi yang sering didengar, merupakan penyebab utama belajar.
Ketika dihubungkan dengan penyakit mental, teori-teori behaviorisme tentang psikiatri hanya berlaku untuk sebagian penyakit mental. Akibat ketidak pedulian terhadap kesadaran manusia, behaviorisme mengalami beberapa kekurangan, yaitu:
a)         Behaviorisme gagal memasukkan data dari pengalaman subjektif individu yang sangat berarti bagi dirinya.
b)        Behaviorisme gagal menjelaskan dimensi perilaku manusia yang lebih kompleks. Dalam hal ini, behaviorisme tidak dapat menjelaskan keimanan, cinta, keberanian, harapan, dan kecemasan.
c)         Behaviorisme gagal menjelaskan nilai dan makna dalam eksistensi manusia dan cara manusia harus berhubungan dengan sesame.
d)        Masih banyak kegagalan yang dialami oleh behaviorisme.

Teori utama dari Watson, yaitu konsep stimulus dan respons (SR) dalam psikologi. Stimuslus adalah segala sesuatu objek yang berseumber dari lingkungan, sedangkan respons adalah segala aktifitas sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai tingkat sederhana hingga tingkat tinggi. Watson tidak mempercayai unsure Herediten (keturunan) sebagai penentu perilaku. Menurutnya, perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsure lingkungan sangat penting. Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para penganut behaviorisme berikutnya.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses inetraksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thomdike ini disebut pula dengan teori koneksionisme.
Teori - teori  yang dikembangkan oleh kelompok behaviorisme banyak dihasilkan melalui berbagai eksperimen terhadap binatang. Berikut ini disajikan beberapa teori penting yang dihasilkan oleh kelompok behaviorisme.
a)      Connectionism Thorndike
Eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya sebagai berikut.
1.      Law of effect; artinya jika sebuah respon menghasilkan effek yang memuaskan, hubungan stimulus-respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus-respons.
2.      Law of readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dan unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3.      Law of exercise; artinya bahwa hubungan antara stimulus dan respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih. Sebaliknya, hubungan ini akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b)      Social Lerning Albert Bandura
Teori belajar social atau disebut juga teori observasional learning adalah teori belajar yang relative masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, bandura memandang perilaku individu tidak semata-mata reflex otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar, menurut teori ini, adalah yang dipelajari individu, terutama dalam belajar social dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian ganjaran dan hukuman, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku soaial yang perlu dilakukan.

C.     Teori Tentang Dinamika Prilaku Manusia
1.      Dipandang dari segi motifnya setiap gerak perilaku manusia itu selalu mengandung tiga asfek, yang kedudukannya bertahap dan berurutan (sequential), yaitu:
a)      Motivation (timbulnya kekuatan dan terjadinya kesiap sediaan sebagai akibat terasanya kebutuhan jaringan atau sekresi, hormonal dalam diri organisme atau karena terangsang oleh stimulus tertentu).
b)      Motivated behavior (bergeraknya organisme kearah tujuan tertentu sesuai dengan sifat kebutuhan yang hendak dipenuhi dan dipuaskannya, misalnya lapar cari makanan dan memakannya). Dengan demikian, setiap perilaku pada hakekatnya bersifat instrumental (sadar atau tidak sadar).
c)      Satisfied conditions (dengan berhasilnya dicapai tujuan yang dapat memenuhi kebutuhan yang terasa, maka keseimbangan dalam diri organisme pulih kembali ialah terpeliharanya, homeostasis, kondisi demikian dihayati sebagai rasa nikmat dan puas atau lega). Namun, didalam kenyataan-nya, tidak selamanya kondisi pada tahap ketiga itu demikian, bahkan mungkin sebaliknya. Ialah terjadinya ketegangan yang memuncak kalau insentifnya (goals) tidak tercapai, sehingga individu merasa kecewa (frustration).

2.      Karena terjadinya metabolism dan penggunaan atau pelepasan kalori, perangsangan kembali, dan sebagainya, kepuasan itu hanya bersifat temporal (sementara). Oleh karena itu, geraknya atau dinamika proses perilaku itu sebenarnya akan berlangsung secara siklus (cyclical)[6].
Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri, digunakan dalam eksperimen-eksperimen di laboratorium Wundt untuk mengetahui ada atau tidak adanya perasaan–perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa. Jadi, orang diperiksa dapat  mengetahui perasaan-perasaan apa yang dapat ditimbulkannya dalam eksperimen-eksperimennya. Oleh karena itu, psikologi Wundt dikenal juga dengan nama psikologi introspeksi. Pandangan ini dibawa dan dipopulerkan dari Jerman ke Amerika oleh salah seorang murid Wundt yang bernama Edward.
Watson dilain pihak, memperkenalkan psikologi yang sama sekali tidak menggunakan introspeksi. Menurut dia proses-proses kesadaran tidak perlu diselidiki, karena yang lebih penting adalah proses adaptasi, gerakan otot-otot dan kelenjar-kelenjar. Ia berharap dengan teori ini dapat dicapai objektivitas ilmiah yang lebih sempurna, karena dalam introspeksi pengaruh paktor-paktor subjective dari orang yang diperiksa besar sekali.
Oleh karena itu, ia lebih mementingkan perilaku terbuka yang langsung dapat diamati dan diukur daripada perilaku  tertutup  yang hanya dapat diketahui secara tidak langsung. Emosi gembira atau emosi sedih menurut kaum “behavioristik” adalah manifestasi dari adanya ketegangan (tarikan) otot-otot atau syaraf-syaraf tertentu. Aliran ini disebut pula sebagai psikologi “S-R” (stimulus-respons), karena menurut penganut-penganut aliran ini perilaku selalu dimulai dengan adanya rangsang (stimulus) dan diikuti oleh suatu reaksi (response) terhadap rangsang itu.
Sebagaimana Pavlop yang percaya bahwa perilaku, bahkan kebudayaan, hanyalah rangkaian reflex terkondisi saja, Watson pun yakin, bahwa ia dapat melatih 10 anak untuk mempunyai sifat yang berbeda-beda (penakut, pemberani, pemalu, dan sebagainya), hanya dengan melatihnya melalui proses kondisioning. Salah satu penganut Watson yang sangat besar masukannya untuk perkembangan behaviorisme adalah B.F Skinner[7].
System yang memaknai psikologi sebagai studi tentang perilaku mendapat dukungan kuat dalam perkembangan di abad ke-20 yang utamanya terjadi di Amerika serikat. Perilaku yang dapat diamati dan dikuantifikasi di asumsikan memiliki maknanya sendiri, bukan sekadar berfungsi sebagai perwujudan peristiwa-peristiwa mental yang mendasarinya. Watson mengusulkan peralihan radikal dari formulasi-formulasi psikologi yang ada saat itu dengan menyatakan bahwa arah perkembangan psikologi yang benar bukanlah studi tentang kesadaran “dalam diri’. Pada kenyataanya, ia mengabaikan seluruh konsep tentang kondisi mental kesadaran nonfisik sebagai suatu masalah semu bagi ilmu pengetahuan. Dalam posisinya Watson mendukung perilaku tampak yang dapat diamati sebagai satu-satunya subjek pembahasan yang masuk akal bagi ilmu pengetahuan psikologi sejati.
Suatu pendekatan empiris fundamental terhadap pengkajian asosiasi dalam psikologi behavioristik, meskipun secara umum mengikuti pendapat para filsuf inggris, digunakan dalam penelitian sekelompok fisiolog yang sebagian besar berkebangsaan rusia yang mempelajari refleksologi.
Watson menyatakan bahwa perilaku subjek itu sendiri pantas untuk dipelajari, bukan karena perilaku tersebut mencerminkan kondisi kesadaran yang mendasarinya. Meskipun ia memperluas dan memperkuat logika argument yang memilih studi tentang perilaku daripada kesadaran, Watson tidak menulis sesuatu yang benar-benar original.
Selain berfungsi sebagai katalis bagi beberapa tradisi yang bergabung menjadi satu, be[8]haviorisme Watson merupakan reaksi keras terhadap berbagai metode studi yang umum dalam psikologi kesadaran. Watson menentang introspeksi sebagai metode yang layak. Dengan menyebutkan sulitnya mencapai kesepakatan diantara parra introspeksionis yang menamati proses-proses yang sama, ia berpendapat bahwa introspeksi bukanlah metodologi yang objektif, dan kebergantungan pada metode tersebut akan mengakibatkan bencana bagi psikologi.
Pandangan-pandangan Watson berpusat pada premis bahwa wilayah psikologi adalah perilaku, yang diukur sebagai stumulus dan respons; sejalan dengan itu, psikologi berurusan dengan elemen-elemen peripheral stimulus dan respons yang menggerakkan makhluk hidup. Setiap respons ditentukan oleh stimulus, sehingga perilaku dapat dianalisis secara lengkap melalui hubungan kausal antara elemen-elemen stimulus dan respons. Watson tidak mengabaikan kemungkinan eksistensi kondisi mental sentral, seperti kesadaran, namun meyakini bahwa karna kondisi sentral semacam itu bersifat nonfisik dan tidak dapat dipelajari secara ilmiah, hal itu merupakan masalah semua masalah psikologi.
Perilaku adalah pencapaian manusia, dan kita seolah merenggut organisme manusia dari sesuatu yang menjadi karakteristik alamiahnya ketika kita malahan menunjuk sumber-sumber lingkungan perilakunya. Kita tidak mendehumanisasikannya: kita mendehomunkulisasikannya. Itu intinya adalah otonomi.

D.    Implikasi Psikologi behavioristik dalam pendidikan
Psikologi behavioristik merupakan salah satu dari tiga aliran psikologi pendidikan yang tumbuh dan berkembang secara beruntun dari periode ke periode. Dalam perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori belajar yang secara garis besar dikelompokkan pada dua teori belajar,yaitu teori belajar conditioning dan teori belajar connectionism.
1.      Teori belajar conditioning
a)      John B Watson
John B Watson merupakan orang pertama diamerika serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Ivan Vavlov. Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadi refleks atau respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosional berupa takut, cinta, danmarah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan stimulus respon baru melalui conditioning. Ia mengadakan eksperimen tentang perasaan takut kepada anak dengan menggunakan tikus atau kelinci. Dari hasil percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa persaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak-anak pada mulanya tidak takut kepada kelinci dibuat menjadi takut pada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatih pula sehingga tidak menjadi takut lagi pada kelinci.
Menurut teori conditioning, belajar itu merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat ( condition) yang kemudian menimbulkan reaksi. Untuk menjadikan orang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori condioning adalah latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini adalah belajar yang terjadi secara otomatis. Teori ini mengatakan  bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil kondisioning, yaitu hasil latihan atau kebiasaan bereaksi terhadap syarat atau peransang tertentu yang dialami dalam kehidupannya. Kelemahan teori ini adalah bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis dan keaktifan serta penentuan pribadi dalam belajar tertentu saja seperti belajar tentang keterampilan tertentu dan pembiasaan pada anak-anak kecil.
b)      Teori operant conditioning (skinner)
Dari Burrhus Frederic Skinner penganut behaviorisme yang dianggap controversial, dengan teori pembiasaan prilaku responsnya, merupakan teori belajar yang paling mudah dan masih sangat berpengaruh dikalangan psikologi belajar masa kini. Karya tulis terbarunya berjudul About behaviorism. Didalam karyanya, tingkah laku terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri. Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkahlaku sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Perbedaannya, Skinner membuat perincian lebih jauh, yang membedakan dua macam respons, yaitu respondent response dan operant response.
c)      Teori Systematic (Clark C. Hull)
Teori ini menggunakan prinsif-prinsif yang mirip dengan yang dikemukakan behavioris lainnya, yaitu dasar stimulus-respons dan adanya rensporsment. Teori juga dalam usahanya mengemangkan teori belajar.
Menurut Hull, suatu kebutuhan harus ada dalam diri seseorang yang belajar. Sebelum respons dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini episiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar oleh respons yang dibuat individu itu.Setiap objek, kejadian , atau situasi dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan terhadap suatu keadaan defrensi atau kekurangan pada diri individu yaitu objek, kejadian atau situasi tadi dapat menjawab kebutuhan pada saat individu itu melakukan respons.
d)     Teori conditioning
Menurut teori skinner, tingkah laku terbentuk dari konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri, sedangkan tingkah laku merupakan hubungan antara stimulus dan respons. Ada dua macam respons yaitu, respondent respons dan operan respons ( timbul dan berkembang yang diikuti perangsang tertentu dan pokus skinner pada prilaku ini). Dalam proses belajar rewart atau rensponsment menjadi factor terpenting dalam teori ini, karena peransang itu memperkuat respons yang telah dilakukan. Misalnya, system hadiah pada anak yang telah melakukan hasil yang baik, sehingga anak menjadi giat belajar. Namu disisi lain, kebiasaan mendapat hadiah akan mengubah prilaku anak; ia selalu menunggu hadiah, kalau tidak ada hadiah tidak mau belajar. Hal ini akan menjadi kebiasaan sampai dewasa, sedangkan keberhasilan belajar merupakan kepentingannya sendiri guna masa depan yang baik.

2.      Teori connectionism
Teori ini ditemukan oleh thorndike, yang menggunakan eksperimen kucing, anak-anak, dan orang dewasa bahwa belajar merupaka peruses pembentukan koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini disebut juga teori trial and error learning. Individu yang belajar melakukan kegiatan belajarnya melalui proses trial and error dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Dalam teori ini, objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi suatu reaksi dengan stimulinya. Teori ini merumuskan hukum-hukum, yaitu: law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Belajar melalui proses berupa trial dan error dan law of effect.
Teori ini menyamakan manusia dengan hewan dan tidak selalu tingkah laku manusia dapat dipengaruhi secara trial dan error. Kemudian ia memandang belajar hanya merupakan asocial belaka antara stimulus dan respon, sehingga memperkuat asosiasi dengan latihan-latihan. Ia memandang proses belajar berlangsung secara mekanistis, tidak dipandangnya sebagai suatu pokok dalam belajar dan mengabaikan pengertian sebagai unsure pokok dalam belajar.
Dari analisis diatas jelaslah bahwa teori belajar psikologi behavioristik yang dikemukakan oleh para psikolog behavioristik, sering disebut contemfurary behavioriset atau disebut juga S-R psychologist bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (rewart) atau penguatan (rein for cement) dari lingkungan. Oleh karena itu, dalam tingkah laku belajar ternyata terdapat hubungan yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang teori dan konsep behavioristik dalam uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi atau situasi disekitar kita, dalam proses ini termasuk mendapatkan pengertian dan sikap yang baru. Dengan demikian, terjadi perubahan prilaku yang sebelumnya tidak mengenal atau mengerti menjadi mengerti terhadap suatu hal[9]














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya yaitu: J.B. Watson, William Sildon, Burrhus Frederic Skinner, Ivan Petrovich Pavlov, dan Edwerd Lee.Thorndike. Pandangan Teori Behavioristik Terhadap Manusia teori yang paling menonjol dalam aliran behaviorisme mengenai manusia adalah teori belajar. Menurutnya, seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar, kecuali instinknya. Behaviorisme tidak peduli apakah manusia itu baik atau buruk atau apakah rasional ataukah emosional. Aliran ini hanya menganalisis bagaimana perilaku manusia di kendalikan oleh lingkungannya.
Teori Tentang dinamika prilaku manusia. Dipandang dari segi motifnya setiap gerak perilaku manusia itu selalu mengandung tiga asfek,yang kedudukannya bertahap dan berurutan (sequential), yaitu: Motivation, Motivated behavior , dan Satisfied conditions. Karena terjadinya metabolism dan penggunaan atau pelepasan kalori, perangsangan kembali, dan sebagainya, kepuasan itu hanya bersifat temporal (sementara).
Implikasi Psikologi behavioristik dalam pendidikan. Dalam perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori belajar yang secara garis besar dikelompokkan pada dua teori belajar,yaitu teori belajar conditioning dan teori belajar connectionism.






DAFTAR PUSTAKA

Abin, S.M. (2012). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sarwono, Sarlito W (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Brennan, James F (2006). Sejarah Dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suryabrata, Sumadi. (2001). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Djaali. (2011). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.




[1] James F. Brennan. Sejarah dan system psikologi, edisi 6. hlm. 355.
[2] Prof. Dr. H. Djaali. Psikologi pendidikan. hlm. 80-81
[3] James F. Brennan. Sejarah dan system psikologi, edisi 6. hlm. 375.
[4] Ibid. hlm. 355-375.
[5] Dr.H. Mahmud. Psikologi Pendidikan, hlm. 28
[6] Prof.dr.h.abin syamsudin makmun, ma . psikologi kependidikan .hal 38
[7] Sarlito W. Sarwono, pengantar psikologi umum , hal 28
[8] James F Brennan, Sejarah Dan Sistem Psikologi , Hal 343
[9] Prof. Dr. H. Djaali. Psikologi pendidikan. hlm. (78-98)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar